Tuesday, February 12, 2013

Devil's Stupidity


Beberapa waktu belakangan, saya membaca dan mengikuti sekian banyak berita yang tidak mengenakkan terjadi. Memang, banyak hal buruk terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari namun yang membuatku geli adalah sebagian orang menyalahkan iblis, setan, jin dan semacamnya sebagai penyebab dari hal-hal buruk tersebut. Pejabat korupsi karena tidak dapat menahan godaan setan. Supir angkot memperkosa gadis-gadis belia karena pengaruh setan. Tawuran antar pelajar pun dianggap karena para murid terpengaruh karena kurang bertakwa sehingga terpengaruh bisikan setan. Well, bagiku, hal itu sangat menggelikan. Aku lebih percaya bahwa banyak hal buruk terjadi karena ada banyak kebodohan di sana.


            Pertama, mari kita bicara soal korupsi. Menurut saya, para pejabat itu korupsi karena mereka tidak cukup pintar untuk mencari jalan lain mendapatkan kekayaan lebih. Mereka terlalu bodoh untuk berpikir mencari solusi yang lebih elegan untuk menyelesaikan persoalan ekonomi atau memuaskan keserakahan mereka.

Saya percaya bahwa salah satu tolak ukur kecerdasan seseorang dapat dilihat dari cara mereka berbicara. Lihat saja kebanyakan para politikus ketika berbicara. Kebanyakan dari mereka ngomong berputar-putar tidak jelas, tidak ada penyusunan ide yang logis atau mengulang-ulang satu topik karena kehabisan argumen yang masuk akal. Bagaimana disuruh berpikir mencari penghasilan lebih, menyusun kata-kata saja kesulitan. Berbeda dengan SBY dan Jokowi misalnya, paling tidak 2 figur politik itu yang saya lihat cukup pintar berbicara yang kemudian saya anggap logika berpikir mereka juga seharusnya cukup tertata dengan baik. SBY bahkan bisa menghasilkan album lagu yang mungkin dijadikan solusi alternatif untuk menambah popularitas ataupun kekayaan. Paling tidak, cara tersebut lebih elegan ketimbang mencuri uang negara.

Coba kita lihat beberapa tokoh penting lain dalam skala yang lebih luas, Bill Gates misalnya. Saya tidak membayangkan bahwa dia akan mencuri uang perusahaannya, Microsoft. Tokoh lainnya, Stephen Hawking mungkin juga tidak akan mencuri uang perusahaan. Buat apa juga kedua orang tersebut mencuri, mereka tahu betul otak mereka cukup berharga dan dapat menghasilkan banyak materi. Hanya orang-orang yang memiliki kapasitas otak yang sedikit di atas idiot yang hanya tahu jalan pintas semacam korupsi untuk menambah penghasilan bulanan mereka.

Bagaimana dengan pemerkosaan? Bagi saya, itu juga sama penyebabnya yaitu kebodohan. Para pemerkosa tersebut terlalu dungu untuk bisa memikirkan bagaimana cara merayu wanita agar mau tidur dengan mereka secara sukarela. Bisa juga, mereka tidak punya kemampuan berpikir yang dapat diandalkan sehingga tidak ada wanita yang mau jadi istri mereka. Penyebab lainnya adalah mereka juga mungkin terlalu bodoh untuk bisa mendapatkan penghasilan lebih yang bisa digunakan untuk menyewa wanita-wanita penjaja syahwat.

Jika mereka cukup pintar, para pemerkosa itu pun juga seharusnya sadar bahwa resikonya tidak sebanding dengan kesenangan yang mungkin mereka dapatkan.  Durasi orgasme laki-laki itu paling lama berapa menit? Bandingkan dengan hukuman penjara yang sampai dengan tahunan durasinya. Jika seorang laki-laki bisa orgasme selama 6 bulan lebih tanpa henti, mungkin resikonya akan sedikit lebih sebanding dengan kenikmatan syahwat yang bisa didapatkan. Itupun sebenarnya masih sangat merugi untuk hitung-hitungan ‘risk and gain’. Orang yang sadar betul dengan logika, tidak akan mau mengorbankan waktu 10-15 tahun penjara untuk ditukar dengan 10-15 menit kepuasan syahwat – toh juga sebenarnya waktu 10-15 tahun juga sudah lebih dari cukup untuk bisa digunakan demi mencapai kepuasan birahi tanpa resiko sama sekali.

Terakhir adalah tawuran. Saya sangat percaya dengan satu hal: orang yang cukup percaya diri dengan otaknya, tidak akan menggunakan otot sebagai solusi permasalahannya. Orang yang menggunakan otot sebagai solusi masalah, biasanya, karena memang memiliki keterbatasan dalam berpikir – kecuali para atlit beladiri  karena hal itu adalah hobi mereka mungkin. Bagi saya, emosi marah sama dengan luapan tangis seseorang. Orang-orang yang mudah marah adalah orang-orang cengeng yang senang dikasihani. Manusia, paling tidak saya sendiri, cenderung untuk menyerah pada emosi ketika merasa mentok saat harus menghadapi masalah. Saya percaya ketika kita merasa tahu benar jawaban dari sebuah soal ujian, kita tidak akan menggerutu atau menangis karena soal tersebut. Kita pasti akan langsung menjawabnya sesuai dengan logika berpikir kita masing-masing.

Mari kita balik kasus ini dengan melihat para siswa teladan yang mungkin mendapatkan beasiswa penuh. Saya kira kecil sekali kemungkinan para siswa tersebut ikut-ikutan lempar-lemparan batu di jalan raya. Untuk apa mereka panas-panas, haus dan lelah di jalanan hanya demi harga diri ketika mereka bisa duduk manis di kamar masing-masing yang pastinya lebih nyaman. Toh para siswa teladan tersebut tidak perlu aktualisasi diri ingin dibilang keren saat berani bertarung melawan sekolah lawan karena mereka sudah terlalu banyak dipuji oleh guru-guru dan orang tua mereka.

Akhirnya, mengkambinghitamkan iblis, setan, jin dan semacamnya itu tadi juga sebenarnya salah satu akibat kebodohan yang tidak mau melihat satu persoalan lebih jauh sehingga mencari sebuah jawaban yang lebih singkat, lebih universal, dan lebih tidak dapat disanggah oleh kebanyakan orang. Kalaupun misalnya setan dan keluarganya itu memang eksis, apa yang bisa mereka lakukan jika sang manusianya tetap berpegang teguh pada logika berpikir? Yah, seperti biasa, saya tidak ingin memaksakan pendapat – bisa saja tulisan ini juga salah satu akibat dari kebodohan saya sendiri. Namun paling tidak, coba tanyakan lagi apakah memang tidak ada penyebab lain selain iblis, setan, kuntilanak, jin dan blablabla atas berbagai hal buruk yang terjadi di sekitar kita? Apalagi jika kita berbicara antara kebodohan dan setan, saya kira kita semua tahu manakah yang lebih nyata.

Jakarta, 12 Februari 2013
Yabes Elia

No comments:

Post a Comment